Senin, 26 Desember 2011

KEBUDAYAAN MELAYU ISLAM

Istilah Melayu dan Islam adalah 2 hal yang berbeda substansi. Melayu adalah istilah yang berkaitan dengan sebagian umat manusia di belahan bumi ini. Sedangkan Islam adalah berkaitan dengan kepercayaan yang dianut oleh sebagian umat manusia termasuk oleh etnis Melayu di dunia ini. Oleh karena itu membahas tentang Melayu di satu sisi dan Islam di sisi lain adalah sesuatu yang sangat menarik. Hal ini karena diantara keduanya terdapat benang merah yang berkaitan dengan apa, siapa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana Melayu dan Islam itu di masa datang.

Agama Islam diyakini telah hadir di Jambi sekitar abad 7 M dan berkembang menjadi agama kerajaan setelah abad 13 M. Orang Parsi (Iran), Turki dan bangsa Arab lainnya telah hadir di pantai timur Jambi sekitar abad 1 H (abad 7 M). Dalam catatan I-Tsing disebutkan bahwa sewaktu ia mengunjungi Melayu (Mo-lo-yeu), ia menumpang kapal Persia (Iran). Pada masa itu di Iran, agama Islam telah menyebar dalam masyarakatnya. Walaupun perkiraan kehadiran Islam di Jambi sekitar abad 7 M namun penyebarannya masih terbatas pada segelintir orang tertentu saja, terutama di kalangan rakyat pedagang di sekitar kota pelabuhan dan bandar-bandar.

Menjelang akhir masa kejayaan Melayu Budhis yakni masa pemerintahan Tun Telanai (1080 - 1168 M), bersamaan di Ujung Jabung sedang berkuasa seorang raja daerah (Jenang) bernama Tuan Puteri Selaro Pinang Masak. Pada masa itu pelabuhan Muara Tebo, Muara Tembesi, Jambi dan Muara Kumpeh, serta Labuhan Dagang sedang ramai dikunjungi pedagang manca negera termasuk dari Turki. Seorang penyebar Islam dari Turki bernama Achmad Barus II beserta pengikutnya sampai di Ujung Jabung dan menetap di pulau Berhala. Achmad Barus II dipanggil oleh masyarakat Jambi dengan sebutan Datuk Paduko Berhalo. Ia adalah putra Sultan Turki bernama Sultan Saidina Zainal Abidin, dari keturunan ke-7 silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW. Dalam sejarah Jambi disebutkan bahwa Datuk Paduko Berhalo menikah dengan Tuan Puteri Selaro Pinang Masak dan melahirkan banyak keturunan yang menjadi raja Jambi. Dan salah seorang keturunannya yang terkenal ialah Orang Kayo Hitam. Kemudian Orang Kayo Hitam ini menjadi raja pula di Jambi.

Kehadiran dan pernikahan Datuk Paduko Berhalo dengan Tuan Puteri Selaro Pinang Masak sangat berarti bagi sejarah Islam di Jambi karena beberapa hal penting, yaitu:
Penyebaran Islam di dalam keraton berlangsung dengan jalan damai.
Memudahkan penyebaran Islam ke tengah-tengah masyarakat di pedalaman Jambi.
Sebagai titik awal proses pergeseran sistem nilai budaya dari Kebudayaan Melayu Budhis menuju kebudayaan Melayu Islam.
Penyebaran Islam masih dteruskan oleh raja berikutnya pada masa pemerintahan Orang Kayo Hitam (1270 – 1340 M). Semasa pemerintahannya ia meneruskan penyebaran ajaran Islam ke seluruh pedalaman Jambi terutama mengislamkan terlebih dahulu raja daerah (Rantau) dan keluarganya. Dalam catatan sejarah Jambi mula-mula Orang Kayo Hitam mengislamkan 4 bersaudara dari keluarga raja di Rantau Batanghari yakni:
Sunan Pulau Johor
Sunan Kembang Seri
Sunan Muaro Pijoan
Dan adik perempuannya.
Orang Kayo Hitam selama hidupnya melakukan banyak hal dan berjasa bagi Islam di Jambi. Salah satu di antaranya adalah mengislamkan penduduk Jambi seperti tertulis di dalam Pasal 36 Piagam Jambi.











Terjemahannya:
Pasal yang tiga puluh enam: Pri menyatokan awal Islam di Jambi zaman Orang Kayo Hitam bin Datuk Paduko Berhalo yang mengislamkannyo. Kepado hijrat Nabi Sallallahi Alaihi Wassalam 700 tahun kepado tahun Alif bilangan Syamsiah, dan kepado sehari bulan Muharam, hari Kemis, pada waktu zuhur, maso itulah awal Islam di Jambi mengucap duo kalimat Syahadat, sembahyang limo waktu, puaso sebulan ramadhan, zakat dan fitrah, barulah berdiri rukun Islam yang limo.

Metode penyebaran Islam yang diterapkan oleh Orang Kayo Hitam adalah melalui kinerja pegawai syarak. Di setiap dusun diangkat oleh raja pegawai syarak dan di dusun-dusun yang tergolong besar diangkat pula seorang kadi. Pegawai syarak tersebut adalah sebagai berikut:
Imam Masjid
Khotib
Bilal
Mudim
Kadi (Hakim Agama)
Raja memberikan tugas kepada pegawai syarak untuk menata kehidupan beragama dan menyebarkan agama Islam dikalangan penduduk yang masih beragama Budha maupun penganut animisme dan dinamisme. Lambat laun hampir seluruh penduduk negeri Jambi telah memeluk agama Islam, sisanya yang belum Islam hingga kini adalah sebagian kecil komunitas Suku Anak Dalam (Kubu). Pada saat ini, proses Islami pada Orang Kubu masih berlanjut dan belum berakhir.

Kemunduran kebudayaan Melayu Budhis di Jambi sekitar abad 11 – 14 M menjadi pendorong perkembangan kebudayaan Melayu Islam di Jambi. Periodesasi kebudayaan Melayu Islam di Jambi adalah sebagai berikut:
Kehadiran agama Islam akhir abad 7 M.
Masa penyebaran Islam 11 - 12 M.
Masa Perkembangan sekitar abad 13 - 15 M.
Masa kejayaan sekitar abad 16 - 17 M.
Kejayaan kebudayaan Melayu Islam Jambi dimulai masa pemerintahan Sultan Abdul Kahar (1571 – 1643 M) dan mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Agung (1643 – 1665 M). Pada masa kejayaannya maka kebudayaan Melayu Islam mampu menggantikan posisi kebudayaan Melayu Budhis sebagai pusat ide dan inspirasi masyarakat. Dalam perkembangannya ternyata pengaruh Islam sangat mendalam tertanam di hati dan jiwa orang Melayu Jambi mencakup segala aspek kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik dan pemerintahan, kepercayaan, hukum adat, pendidikan, bahasa, dan adat istiadat.

Tidak ada komentar: